Minggu, 11 Januari 2015

Amalan-amalan istimewa di hari Jum’at

Amalan-amalan istimewa di hari Jum’at yang penuh berkah yang bisa dimanfaatkan oleh setiap muslim sebagai tabungan pahala baginya di hari kiamat.


Pertama;
Terlarang mengkhususkan malam Jum’at dengan shalat dan siang harinya dengan berpuasa. Dari
Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ﻻَ ﺗَﺨْﺘَﺼُّﻮﺍ ﻟَﻴْﻠَﺔَ ﺍﻟْﺠُﻤُﻌَﺔِ ﺑِﻘِﻴَﺎﻡٍ ﻣِﻦْ ﺑَﻴْﻦِ ﺍﻟﻠَّﻴَﺎﻟِﻰ ﻭَﻻَ ﺗَﺨُﺼُّﻮﺍ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﺠُﻤُﻌَﺔِ
ﺑِﺼِﻴَﺎﻡٍ ﻣِﻦْ ﺑَﻴْﻦِ ﺍﻷَﻳَّﺎﻡِ ﺇِﻻَّ ﺃَﻥْ ﻳَﻜُﻮﻥَ ﻓِﻰ ﺻَﻮْﻡٍ ﻳَﺼُﻮﻣُﻪُ ﺃَﺣَﺪُﻛُﻢْ
Janganlah mengkhususkan malam Jum’at dengan shalat tertentu dan janganlah mengkhususkan
hari Jum’at dengan berpuasa kecuali jika berpapasan dengan puasa yang mesti dikerjakan
ketika itu.” [1]

An Nawawi rahimahullah mengatakan,
 “Dalam hadits ini menunjukkan dalil yang tegas dari pendapat mayoritas ulama Syafi’iyah dan yang
sependapat dengan mereka mengenai dimakruhkannya mengerjakan puasa secara
bersendirian pada hari Jum’at. Hal ini dikecualikan jika puasa tersebut adalah puasa
yang berpapasan dengan kebiasaannya (seperti berpapasan dengan puasa Daud, puasa Arofah
atau puasa sunnah lainnya, pen), ia berpuasa pada hari sebelum atau sesudahnya, berpapasan
dengan puasa nadzarnya seperti ia bernadzar meminta kesembuhan dari penyakitnya. Maka
pengecualian puasa ini tidak mengapa jika bertepatan dengan hari Jum’at dengan alasan
hadits ini.”[2]

Kedua:
Ketika shalat Shubuh di hari Jum’at dianjurkan membaca Surat As Sajdah dan Surat Al Insan.
Sebagaimana terdapat dalam hadits AbuHuraira,

Beliau berkata;
  ﺃَﻥَّ ﺍﻟﻨَّﺒِﻰَّ - ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - ﻛَﺎﻥَ ﻳَﻘْﺮَﺃُ ﻓِﻰ ﺍﻟﺼُّﺒْﺢِ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﺠُﻤُﻌَﺔِ ﺏِ
‏( ﺍﻟﻢ ﺗَﻨْﺰِﻳﻞُ‏) ﻓِﻰ ﺍﻟﺮَّﻛْﻌَﺔِ ﺍﻷُﻭﻟَﻰ ﻭَﻓِﻰ ﺍﻟﺜَّﺎﻧِﻴَﺔِ ‏( ﻫَﻞْ ﺃَﺗَﻰ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻹِﻧْﺴَﺎﻥِ   
ﺣِﻴﻦٌ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺪَّﻫْﺮِ ﻟَﻢْ ﻳَﻜُﻦْ ﺷَﻴْﺌًﺎ ﻣَﺬْﻛُﻮﺭًﺍ )
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca pada shalat Shubuh di hari Jum’at “Alam Tanzil
…” (surat As Sajdah) pada raka’at pertama dan “Hal ataa ‘alal insaani hiinum minad dahri lam
yakun syai-am madzkuro” (surat Al Insan) pada raka’at kedua.” [3]

Ketiga:
Memperbanyak shalawat Nabi di hari Jum’at
Dari Abu Umamah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,

ﺃَﻛْﺜِﺮُﻭﺍ ﻋَﻠَﻰَّ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺼَّﻼَﺓِ ﻓِﻰ ﻛُﻞِّ ﻳَﻮْﻡِ ﺟُﻤُﻌَﺔٍ ﻓَﺈِﻥَّ ﺻَﻼَﺓَ ﺃُﻣَّﺘِﻰ ﺗُﻌْﺮَﺽُ ﻋَﻠَﻰَّ
ﻓِﻰ ﻛُﻞِّ ﻳَﻮْﻡِ ﺟُﻤُﻌَﺔٍ ، ﻓَﻤَﻦْ ﻛَﺎﻥَ ﺃَﻛْﺜَﺮَﻫُﻢْ ﻋَﻠَﻰَّ ﺻَﻼَﺓً ﻛَﺎﻥَ ﺃَﻗْﺮَﺑَﻬُﻢْ ﻣِﻨِّﻰ
 ﻣَﻨْﺰِﻟَﺔً
“Perbanyaklah shalawat kepadaku pada setiap Jum’at. Karena shalawat umatku akan
diperlihatkan padaku pada setiap Jum’at. Barangsiapa yang banyak bershalawat kepadaku,
dialah yang paling dekat denganku pada hari kiamat nanti.[5]

Keempat:
Dianjurkan membaca Surat Al Kahfi
Dari Abu Sa’id Al Khudri, Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
ﺇﻥ ﻣﻦ ﻗﺮﺃ ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﻜﻬﻒ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﺠﻤﻌﺔ ﺃﺿﺎﺀ ﻟﻪ ﻣﻦ ﺍﻟﻨﻮﺭ ﻣﺎ ﺑﻴﻦ ﺍﻟﺠﻤﻌﺘﻴﻦ
“ Barangsiapa membaca surat Al Kahfi pada hari Jum’at, maka ia akan disinari oleh cahaya di
antara dua jum’at ”[6].

 Dalam lafazh lainnya dikatakan,

ﻣَﻦْ ﻗَﺮَﺃَ ﺳُﻮﺭَﺓَ ﺍﻟْﻜَﻬْﻒِ ﻟَﻴْﻠَﺔَ ﺍﻟْﺠُﻤُﻌَﺔِ ﺃَﺿَﺎﺀَ ﻟَﻪُ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻨُّﻮﺭِ ﻓِﻴﻤَﺎ ﺑَﻴْﻨَﻪُ ﻭَﺑَﻴْﻦَ
ﺍﻟْﺒَﻴْﺖِ ﺍﻟْﻌَﺘِﻴﻖِ .
“Barangsiapa membaca surat Al Kahfi pada malam Jum’at, maka ia akan mendapat cahaya antara
dirinya dan rumah yang mulia (Mekkah).”[7] Juga dari Abu Sa’id Al Khudri,
 Nabi shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda,

ﻣﻦ ﻗﺮﺃ ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﻜﻬﻒ ﻛﻤﺎ ﺃﻧﺰﻟﺖ ، ﻛﺎﻧﺖ ﻟﻪ ﻧﻮﺭﺍ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﻘﻴﺎﻣﺔ ﻣﻦ ﻣﻘﺎﻣﻪ
ﺇﻟﻰ ﻣﻜﺔ ، ﻭﻣﻦ ﻗﺮﺃ ﻋﺸﺮ ﺁﻳﺎﺕ ﻣﻦ ﺁﺧﺮﻫﺎ ﺛﻢ ﺧﺮﺝ ﺍﻟﺪﺟﺎﻝ ﻟﻢ ﻳﺴﻠﻂ
ﻋﻠﻴﻪ ، ﻭﻣﻦ ﺗﻮﺿﺄ ﺛﻢ ﻗﺎﻝ : ﺳﺒﺤﺎﻧﻚ ﺍﻟﻠﻬﻢ ﻭﺑﺤﻤﺪﻙ ﻻ ﺇﻟﻪ ﺇﻻ ﺃﻧﺖ
ﺃﺳﺘﻐﻔﺮﻙ ﻭﺃﺗﻮﺏ ﺇﻟﻴﻚ ﻛﺘﺐ ﻓﻲ ﺭﻕ ، ﺛﻢ ﻃﺒﻊ ﺑﻄﺎﺑﻊ ﻓﻠﻢ ﻳﻜﺴﺮ ﺇﻟﻰ
ﻳﻮﻡ ﺍﻟﻘﻴﺎﻣﺔ
“Barangsiapa membaca surat Al Kahfi sebagaimana diturunkan, maka ia akan mendapatkan cahaya dari tempat ia berdiri hingga Mekkah.
 Barangsiapa membaca 10 akhir ayatnya, kemudian keluar Dajjal, maka ia tidak
akan dikuasai.

 Barangsiapa yang berwudhu, lalu ia ucapkan:
Subhanakallahumma wa bi hamdika laa ilaha illa anta, astagh-firuka wa atuubu ilaik

(Maha suci Engkau Ya Allah, segala pujian untuk-Mu, tidak ada sesembahan yang berhak disembah
selain Engkau, aku senantiasa memohon ampun dan bertaubat pada-Mu), maka akan dicatat
baginya dikertas dan dicetak sehingga tidak akan luntur hingga hari kiamat.” [8]

Dari hadits-hadits di atas menunjukkan dianjurkannya membaca surat Al Kahfi, bisa
dilakukan pada malam Jum’at atau siang hari di hari Jum’at.

Kelima;
Memperbanyak do’a di hari Jum’at
Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw. membicarakan mengenai hari Jum’at
lalu ia bersabda,

ﻓِﻴﻪِ ﺳَﺎﻋَﺔٌ ﻻَ ﻳُﻮَﺍﻓِﻘُﻬَﺎ ﻋَﺒْﺪٌ ﻣُﺴْﻠِﻢٌ ، ﻭَﻫْﻮَ ﻗَﺎﺋِﻢٌ ﻳُﺼَﻠِّﻰ ، ﻳَﺴْﺄَﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪَ
ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ ﺷَﻴْﺌًﺎ ﺇِﻻَّ ﺃَﻋْﻄَﺎﻩُ ﺇِﻳَّﺎﻩُ
“Di dalamnya terdapat waktu. Jika seorang muslim berdoa ketika itu, pasti diberikan apa
yang ia minta” Lalu beliau mengisyaratkan dengan tangannya tentang sebentarnya waktu
tersebut. [9]

Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Fathul Baari ketika menjelaskan hadits ini beliau menyebutkan 42 pendapat ulama tentang waktu yang dimaksud.
Namun secara umum terdapat 4 pendapat yang kuat.

Pendapat pertama, ''yaitu waktu sejak imam naik
mimbar sampai selesai shalat Jum’at,
berdasarkan hadits: 

ﻫﻲ ﻣﺎ ﺑﻴﻦ ﺃﻥ ﻳﺠﻠﺲ ﺍﻹﻣﺎﻡ ﺇﻟﻰ ﺃﻥ ﺗﻘﻀﻰ ﺍﻟﺼﻼﺓ         
“Waktu tersebut adalah ketika imam naik mimbar
sampai shalat Jum’at selesai” [10].

 Pendapat ini dipilih oleh Imam Muslim, An Nawawi, Al Qurthubi,
Ibnul Arabi dan Al Baihaqi.

Pendapat kedua,'' yaitu setelah ashar sampai
terbenamnya matahari. Berdasarkan hadits:

ﻳﻮﻡ ﺍﻟﺠﻤﻌﺔ ﺛﻨﺘﺎ ﻋﺸﺮﺓ ﻳﺮﻳﺪ ﺳﺎﻋﺔ ﻻ ﻳﻮﺟﺪ ﻣﺴﻠﻢ ﻳﺴﺄﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ
ﺷﻴﺌﺎ ﺇﻻ ﺃﺗﺎﻩ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ ﻓﺎﻟﺘﻤﺴﻮﻫﺎ ﺁﺧﺮ ﺳﺎﻋﺔ ﺑﻌﺪ ﺍﻟﻌﺼﺮ
“Dalam 12 jam hari Jum’at ada satu waktu, jika seorang muslim meminta sesuatu kepada Allah
Azza Wa Jalla pasti akan dikabulkan. Carilah waktu itu di waktu setelah ashar”[11].

 Pendapat
ini dipilih oleh At Tirmidzi, dan Ibnu Qayyim AlJauziyyah. Pendapat ini yang lebih masyhur
dikalangan para ulama.

Pendapat ketiga ,'' yaitu setelah ashar, namun diakhir-akhir hari Jum’at.
 Pendapat ini didasarin oleh riwayat dari Abi Salamah. Ishaq bin
Rahawaih, At Thurthusi, Ibnul Zamlakani
menguatkan pendapat ini.

Pendapat keempat,'' yang juga dikuatkan oleh Ibnu
Hajar sendiri, yaitu menggabungkan semua pendapat yang ada.
 Ibnu ‘Abdil Barr berkata:
“Dianjurkan untuk bersungguh-sungguh dalam berdoa pada dua waktu yang disebutkan”.
Dengan demikian seseorang akan lebih memperbanyak doanya di hari Jum’at tidak pada
beberapa waktu tertentu saja. Pendapat ini dipilih oleh Imam Ahmad bin Hambal, Ibnu ‘Abdil
Barr.[12].


Semoga bermanfaat

Senin, 20 Oktober 2014

Tangisan Umar bin Abdul Aziz Saat Dilantik Jadi Khalifah


Ketika Umar bin Abdul Aziz diangkat menjadi Khalifah pada dinasti Bani Umayyah, hari Jum’at tanggal 10 Shafar tahun 99 Hijriyah, menggantikan khalifah sebelumnya, Sulaiman bin Abdul Malik, Sang Khalifah menangis terisak-isak. Ia memasukkan kepalanya ke dalam dua lututnya dan menangis sesunggukan.

Di dalam tangisnya, Umar mengucapkan kalimat, “Innaa lillahi wa innaa ilaihi raji'uun'',
Sambil berujar, “Demi Allah, sungguh aku tidak meminta urusan ini sedikitpun, baik dengan sembunyi-sembunyi maupun dengan terang-terangan.”

Melihat kondisi sang Khalifah seperti itu, beberapa penyair datang dengan maksud ingin menghiburnya, tetapi Khalifah Umar menolak dengan baik. Sikap Khalifah Umar itu turut mendapat perhatian anaknya yang resah melihat ayahnya menangis hampir sepanjang hari. Walaupun dia berusaha mencari penyebabnya, namun anak Umar gagal mendapat jawabannya. Hal yang sama dilakukan oleh istrinya Fatimah. Fatimah berkata kepada suaminya, “Wahai suamiku, mengapa engkau menangis seperti itu ?”

Umar pun menjawab,''Sesungguhnya aku telah diangkat menjadi khalifah untuk memimpin urusan umat Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.”

Umar sang khalifah berkata kepada istri dan anaknya,''Aku termenung dan terpaku memikirkan nasib para fakir miskin yang sedang kelaparan dan tidak mendapat perhatian dari pemimpinnya. Aku juga memikirkan orang-orang sakit yang tidak mendapati obat yang memadai. Hal yang sama terpikir olehku tentang orang-orang yang tidak mampu membeli pakaian, orang-orang yang selama ini dizalimi dan tidak ada yang membela, mereka yang mempunyai keluarga yang ramai dan hanya memiliki sedikit harta, orang-orang tua yang tidak berdaya, orang-orang yang menderita dipelosok negeri ini, dan sebagainya.”

Sang khalifah melanjutkan kesedihannya,''Aku sadar dan memahami sepenuh hati, bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala pasti akan meminta pertanggung jawaban dariku, sebab hal ini adalah amanah yang terpikul di pundakku.
Namun aku bimbang dan ragu, apakah aku mampu dan sanggup memberikan bukti kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala , bahwa aku telah melaksanakan amanah itu dengan baik dan benar sesuai dengan tuntunan Tuhanku. Atas dasar itulah, wahai istri dan anakku, sehingga aku menangis.”

Khalifah Umar kemudian membaca Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, dalam surat Yunus (10) ayat 15,

إِنِّي أَخَافُ إِنْ عَصَيْتُ رَبِّي عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ
''Sesungguhnya aku benar-benar takut akan adzab hari yang besar (kiamat) jika mendurhakai tuhanku.''

Persoalannya sekarang adalah seberapa banyakkah pemimpin kita pada masa ini yang mempunyai semangat, roh dan motivasi seperti Khalifah Umar bin Abdul Aziz?

Sebab, fakta menunjukkan, justru banyak di antara pemimpin kita yang hanya bijak menjadikan Khalifah Umar sebagai alat, simbol dan slogan politik, tetapi dari cara berfikir, kebijakan yang ditekankan, dan tindakan yang dilakukan, justru sangat jauh dengan apa yang dilakukan oleh sang khalifah. Sang Khalifah mengucapkan,''Innaa lillahi wa innaa ilaihi raji'uun''


Ketika terpilih dan diangkat jadi khalifah. Pemimpin hari ini, justru bersyukur dan pesta pora besar-besaran ketika terpilih dan diangkat menjadi pemimpin. Seolah tak ada beban berat dan tanggungjawab di atas pundaknya.

Semangat menjadi pemimpin serta gairah merebut jabatan dan kedudukan, tidak sebanding dan sejalan dengan apa yang dia lakukan, setelah terpilih jadi pemimpin.
    Dia bahkan lupa, bahwa sesungguhnya jabatan dan kedudukan yang diraih oleh seseorang hamba, selain harus dipertanggungjawabkan di dunia ini di hadapan makhluq, juga harus dipertanggung jawabkan kelak di akhirat, di hadapan Sang Khaliq Azza wa Jallah.
    Tetapi begitulah dunia, kegairahan untuk berkuasa dan meraih kekusaan, menyebabkan seseorang lupa daratan, lupa tujuan hakiki dari kekuasaan itu, dan bahkan lupa terhadap hari pembalasan nanti.

Kuasa, jabatan dan kedudukan bukan lagi dipandang sebagai suatu amanah mulia yang harus dipertanggungjawabkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, tetapi lebih banyak dipergunakan dan diperalatkan untuk kepentingan diri, keluarga dan kelompok masing-masing. Adalah sesuatu yang malang dan nestapa, akibat dari kegairahan ingin berkuasa dan berekedudukan ini, justru yang menjadi mangsa dan korbannya adalah rakyat kecil yang tidak mengerti apa-apa dan butuh pertolongan dari pemimpinnya. Sebahagian di antara mereka, ada yang cari makan pagi untuk dimakan pagi, dan cari makan petang untuk dimakan petang. Mereka tidak tahu dan atau tidak peduli dengan kekuasaan, jabatan dan kedudukan. Yang mereka tahu ialah mencari rezeki bagi meneruskan kehidupan di dunia fana ini. Kondisi mereka bukanlah dalam kategori, hari ini makan dimana sebagaimana orang-orang kaya, tetapi bagi mereka hari ini mau makan apa. Sementara pemimpin mereka berfikir, hari ini makan dimana dan bila perlu makan siapa.

Sungguh malang nian nasib bangsa ini, sebahagian diantara pemimpinnya, ada yang hidup dalam kemewahan, tanpa mau merenung nasib rakyat jelata.
  Bandingkan dengan sikap Khalifah Umar bin Abdul Aziz, selepas dilantik menjadi Khalifah, menyadari dengan sepenuh hati, jiwa dan raga, bahwa masih banyak rakyat yang miskin, menderita, sengsara, terlunta-lunta, dan hidup dibawah garis kemiskinan. Sungguh sikap luar biasa yang dilakukan oleh Sang Khalifah. Khalifah Umar membuat keputusan tidak tinggal di istana, tapi hanya menempati rumah sederhana tanpa pengawal pribadi, istana dan pengawal keselamatan.

Sang Khalifah juga bersikap di luar kebiasaan sikap pemimpin pada umumnya.
 Khalifah Umar bin Abdul Aziz menolak menggunakan fasilitas Negara, termasuk berbagai perhiasan yang diwariskan pendahulunya, untuk istrinya. Sugguh sikap yang berbeda dengan sikap yang ditempuh para pemimpin kita saat ini, banyak pemimpin yang lupa daratan dan mabuk lautan. Mereka mengambil sikap, apabila sudah dilantik menjadi pemimpin, segala janji yang diumbar dan kontrak kinerja yang ditandatangani ketika berkampanye untuk mendapatkan kedudukan, kini hanya janji tinggal janji, tiada satupun yang ditunaikan. Terkadang, jangankan untuk membantu dan memenuhi janji kampanye, untuk bertemu sajapun susahnya bukan kepayang. Sungguh sifat yang jauh bertolak belakang dengan sikap yang dilakukan oleh Umar bin Abdul Aziz. Umar bersikap, ingin dekat dan mendengar keluhan akan kebutuhan rakyatnya dan ingin secepatnya mengatasi persoalan yang dihadapinya.

Umar bin Abdul Aziz, memiliki konsep yang jelas untuk mengatasi persoalan yang dihadapi oleh rakyatnya, khususnya dalam hal pengentasan kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan. Umar menerapkan konsep zakat secara tepat dan cermat. Rakyatnya yang kaya dan juga para pegawai pemerintahan, bergegas membayar zakat dan shadaqah kepada fakir miskin. Hasilnya, hanya dalam rentang waktu dua setengah tahun atau tiga puluh bulan masa kepemimpinannya, seseorang yang kaya raya, merasa kesulitan mendapatkan orang yang berhak (mustahiq) menerima zakat, sebab fakir miskin yang selama ini berhak menerima zakat, kini telah berubah menjadi orang yang berkewajiban membayar zakat (muzakki). Semua rakyatnya, hidup dalam kesejahteraan yang memadai.
Demikianlah Umar bin Abdul Aziz yang digelar sebagai'' Khulafaur Rasyidin Kelima, memenuhi tanggungjawab dan amanah yang dibebankan di pundaknya.
Umar tidak lari dari tanggungjawab, tetapi justru berlari memenuhi tanggungjawab. Oleh karena itu, janganlah karena gairah dan semangat yang menggebu-gebu untuk berkuasa, menyebabkan kita sanggup memperdayakan dan membinasakan rakyat, tetapi hendaknya dapat memberdayakan dan membina rakyat. Kita harus ingat, bahwa kekuasaan, jabatan, dan kedudukan tidaklah kekal abadi, tetapi sebaliknya, ia adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan di akhirat nanti.

Wallahu A’lam.

Jumat, 15 Agustus 2014

=Cara Bertaubat Memakan Barang Haram=

Assalamualaikum wr. wb

Pertanyaan;

 Bagaimana caranya kita bertaubat karena telah memakan barang haram? Apakah cukup dengan beristighfar? ataukah ada tuntunan Rasulullah untuk melakukan hal lain seperti berpuasa, sedekah, dsb?
Terima kasih.

Jawab;

Wassalamualaikum wrwb
Waalaikumussalam Wr Wb
Saudara Dwi yang dimuliakan Allah swt
Allah swt memerintahkan setiap hamba-Nya untuk mencari penghasilan dengan cara-cara yang dihalalkan serta memakan makanan yang baik-baik lagi dihalalkan menurut agama, sebagaimana firman Allah swt :

يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُواْ مِمَّا فِي الأَرْضِ حَلاَلاً طَيِّباً وَلاَ تَتَّبِعُواْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ ﴿١٦٨﴾
إِنَّمَا يَأْمُرُكُمْ بِالسُّوءِ وَالْفَحْشَاء وَأَن تَقُولُواْ عَلَى اللّهِ مَا لاَ تَعْلَمُونَ ﴿١٦٩﴾
Artinya : “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu. Sesungguhnya syaitan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.” (QS. Al Baqoroh : 168 – 169)

Ketika seorang hamba melanggar perintah Allah diatas untuk mencari makan-makanan yang dihalalkan lagi baik dengan melakukan hal yang sebaliknya yaitu mencari makanan yang diharamkan maka sesungguhnya orang itu telah diperdaya oleh setan dan masuk ke dalam perangkapnya yang menjanjikan kesengsaraan dan penyesalan di dunia dan akherat. Sabda Rasulullah saw,”Sesungguhnya setan mengalir didalam tubuh manusia seperti aliran darah. Sesungguhnya aku khawatir dia (setan) akan menanamkan kejahatan didalam hati kalian.” (Muttafaq Alaih)

Kebersihan dan kehalalan makanan seseorang sangat mempengaruhi kebersihan jiwanya karena itu doa yang dilantunkan oleh seorang yang kotor jiwanya dikarenakan ketidakhalalan makanan yang dimakannya maka tidaklah diterima oleh Allah swt,
sebagaiman yang disebutkan Rasulullah saw.
bahwa seorang laki-laki yang melakukan perjalanan jauh dengan rambut yang kusut lagi berdebu yang menengadahkan kedua tangannya ke langit wahai Tuhan sementara makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram diberi makanan dengan yang haram maka bagaimana ia akan dikabulkan.” (HR. Muslim)

Sesungguhnya apa-apa yang diusahakan seseorang dengan cara-cara yang diharamkan itu tidaklah diterima Allah swt dan tidak banyak memberikan manfaat baginya baik di dunia apalagi di akherat, justru itu semua akan menjerumuskannya kedalam kesengsaraan di dunia dan siksa neraka di akherat.
Namun demikian, sesungguhnya pintu taubat masih terbuka selama nyawa belum berada di kerongkongan seorang pendosa. Karena itu hendaklah setiap hamba yang selama ini mencari penghasilan dengan cara-cara yang tidak dibenarkan agama atau memakan barang-barang yang diharamkan agama segeralah kembali kepada Allah swt dan bertaubat dari perbuatannya itu serta memohon ampunan dari-Nya. Sesungguhnya Allah swt Maha Pengampun lagi Maha Penerima Taubat.

Firman Allah swt :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَّصُوحًا
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya).” (QS. At Tahrim : 8)

Seorang yang bertaubat dengan taubat nasuha atas perbuatan dosanya itu, yaitu memakan barang yang diharamkan Allah swt hendaklah melakukan hal-hal berikut :
1. Meninggalkan kemaksiataan yang dilakukannya.
2. Menyesali perbuatannya.
3. Bertekad kuat untuk tidak mengulangi lagi selama-lamanya, menghentikan perbuatan yang diharamkan tersebut lalu beralih dengan memakan barang-barang yang halal lagi baik sebagaiman diperintahkan agama.

إِلَّا مَن تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ عَمَلًا صَالِحًا فَأُوْلَئِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا ﴿٧٠﴾
وَمَن تَابَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَإِنَّهُ يَتُوبُ إِلَى اللَّهِ مَتَابًا ﴿٧١﴾
Artinya : “Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan orang-orang yang bertaubat dan mengerjakan amal saleh, Maka Sesungguhnya Dia bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya.” (QS. Al Furqon : 70 – 71)

Kemudian jika orang itu masih menyimpan barang-barang orang lain yang diambilnya dengan cara yang tidak dibenarkan atau zhalim maka diwajibkan baginya untuk mengembalikannya kepada si pemiliknya jika dirinya mengetahui keberadaan orang tersebut,
sebagaimana sabda Rasulullah saw,”

Janganlah salah seorang diantara kamu mengambil barang saudaranya, baik dengan sungguh-sungguh atau main-main. Dan apabila salah seorang diantara kamu bermaksiat (mengambil barang) saudaranya maka dia harus mengembalikannya.” (HR. Ahmad, Abu Daud dan Tirmidzi)

Akan tetapi jika dirinya tidak mengetahui keberadaannya atau susah ditemukan maka dibolehkan baginya untuk menyedekahkan barang tersebut atas nama si pemiliknya ke tempat-tempat kebaikan kaum muslimin, seperti : pembangunan masjid, jembatan, sekolah, rumah sakit dan lainnya.
Wallahu A’lam


Sabtu, 15 Maret 2014

Wanita Muslimah Bertanggung Jawab Atas Anggota Keluarganya

Dalam mengarungi kehidupan rumah tangga, seorang wanita muslimah tdk kalah berat dari laki-laki dalam memikul tanggung jawab anggota keluarganya di hadapan Allah.

Bahkan terkadang tanggung jawabnya lebih besar, dikarenakan dia mengetahui seluk beluk dan sepak terjang anak-anaknya dan yg lebih sering berada bersama mereka daripada suaminya.

Wanita muslimah merasakan tanggung jawab yg besar ini, terlebih ketika mendengar sabda Nabi saw :

"Dan wanita adalah pemimpin dalam rumah tangga suaminya, dan dia akan dimintai pertanggung jawabannya terhadap apa yg dia pimpin". (Muttafaqun 'Alaihi)

Sehingga perasaan tanggung jawabnya itu selalu mendorongnya utk selalu memperhatikan anggota keluarganya, dan selalu membantu suaminya dalam mendidik anak-anaknya dan melayani suaminya dgn baik.

Wanita muslimah tdk akan terlalu sibuk dgn berbagai aktifitasnya, namun dia akan fokus dalam rumahnya utk memberikan perhatian yg lebih kepada anak-anaknya.

Namun tentunya tidaklah salah apabila dalam hal nafkah, sang suami tdk mencukupi dan sang istri mempunyai kemampuan utk membantu, juga bagi wanita yg memiliki keahlian khusus, utk berdakwah, berjihad, dll. Apalagi tentunya bagi wanita yg single parents.

Menetapnya wanita dirumah adalah suatu kebaikan, karena dgn demikian dia telah mentaati Allah swt dalam firman-Nya :

"Dan hendaklah kamu (para wanita) tetap di rumahmu, dan jangan berhias dan (bertingkah laku) seperti org-org jahiliyah dahulu". (QS. al-Ahzab:33)

Oleh karena itu berbahagialah wahai para wanita yg tetap berada dalam ketaatan Rabbnya.

Salam !
----------
Belajar Kesabaran dari Asiah, Kesetiaan dari Khadijah, Kesucian dari Maryam, Keikhlasan dari Aisyah, Ketabahan dari Fathimah.

BIDADARA BIDADARA SURGA

 Banyak pertanyaan yg muncul stlh kajian "Bidadari Bidadari Surga" dikirim, terutama dari kaum wanita banyak yg protes.

      "Pria yg masuk surga akan mendapatkan bidadari. Bgmn dgn kaum wanita, Apakah wanita yg masuk surga akan dapat bidadara?"
Tenaaang kita akan kaji sama-sama ya...!!!!

Nabi Saw bersabda: “Di surga tidak ada orang yg membujang (tdk memiliki pasangan)”. (HR. Muslim)

Jadiii...Bagi wanita yg belum memiliki suami di dunia akan dinikahkan oleh Allah dgn pria ahli surga yg dia sukai.

Bagi wanita yg diceraikan oleh suaminya didunia, maka pria ahli surga yg tampan dan berakhlak baik akan menikahinya.

Bagi wanita yg masuk surga akan mendapatkan suaminya sendiri yg didunia apabila diapun masuk surga.

Apabila suaminya tdk masuk surga, maka di sana ada pria ahli surga yg akan memperisterinya.

Bila seorang wanita di dunia mempunyai suami lebih dari satu, ia diberi pilihan utk memilih yg terbaik.

Ummu Salamah bertanya kpd Nabi Saw, “Wahai Rasulullah, salah seorang wanita di antara kami pernah menikah dgn dua, tiga, atau empat laki-laki lalu meninggal dunia. Dia masuk surga dan mereka pun masuk surga pula. Siapakah di antara laki-laki itu yg akan menjadi suaminya di surga?”

Rasul menjawab, “Wahai Ummu Salamah, wanita itu disuruh memilih, lalu ia pun memilih siapa di antara mereka yg akhlaknya paling bagus, lalu dia berkata, ‘Wahai Rabb-ku, sesungguhnya lelaki inilah yg paling baik akhlaknya tatkala hidup bersamaku di dunia. Maka nikahkanlah aku dengannya’”. (HR. Thabrani)

Keluarga shaleh akan berkumpul kembali disurga.

"Mereka dan istri-istri mereka berada dalam tempat yg teduh, bertelekan di atas dipan-dipan". (QS.Yaasiin:56)

"Masuklah kamu ke dalam Surga, kamu dan istri-istri kamu akan digembirakan". (QS.Az-Zukhruf:70)

Jadi kenikmatan surga berlaku umum bagi wanita dan pria yg shaleh.

Akhirnya kebagian juga kaan.
Salam !

YANG TERLARANG SAAT BERZIARAH KUBUR.

DUDUK DI ATAS KUBURAN
“Seseorang dari kalian duduk diatas bara api sehingga terbakar bajunya hingga sampai ke kulitnya lebih baik baginya drpd duduk di atas kuburan”. (HR.Muslim:2/ 667)

MENGINJAK KUBURAN
“Berjalan di atas bara api atau pedang atau menambal sepatu dgn kakiku sendiri, lebih aku sukai drpd aku berjalan di atas kuburan seorang muslim”. (HR.Ibnu Majah no:1283)

KENCING dan BERAK DI KUBURAN
“Dan aku tidak peduli, apakah aku buang air besar di tengah kuburan atau di tengah pasar”. (HR.Ibn Majah no:1273, Muslim no:976)

Artinya, keburukan buang air di kuburan sama dgn buruknya membuka aurat dan buang air besar di tengah-tengah orang banyak di dalam pasar.

BERIBADAH DI KUBURAN
"Jgn jadikan rumah-rumah kalian seperti perkuburan dan jgn jadikan kuburku sebagai tempat perayaan/ibadah/keramaian. Berselawatlah ke atasku krn sesungguhnya selawat kalian akan sampai kepadaku di mana jua kalian berada". (HR.Abu Daud no:2042)

TIDAK BERKATA KEJI danBATHIL.
"Dahulu aku telah melarang kalian dari menziarahi kubur, sekarang berziarahlah dan jgnlah berkata dgn perkataan yg keji dan batil". (HR.Hakim no:1342

Artinya tidak mengobrol ttg hal duniawi dan aib si mayit.

TIDAK BERSANDAR PADA KUBURAN.
"Rasulullah melihat aku bersandar kpd sebuah kubur lalu baginda berkata: “Jgn menyakiti ahli kubur ini". (HR.Ahmad no:20931)

TIDAK MEMBACA AL-QUR'AN DI KUBURAN.
"Jgn jadikan rmh-rmh kalian seperti perkuburan. Sesungguhnya syetan berlari apabila dibacakan al-Baqarah". (HR.Muslim no:1179)

Artinya, Rumah yg tdk dibacakan al-Qur’an umpama perkuburan, maka bacalah al-Qur’an di dalam rumah. Perkuburan bukan tempat membaca al-Qur’an, krn itulah Rasulullah menjadikan perkuburan sebagai perumpamaan rumah yg tdk dibacakan al-Qur’an di dalamnya.

TIDAK MENCELA MAYIT
"Jgn mencela org-org yg sudah meninggal dunia krn mereka sdh sampai kpd apa yg mereka lakukan". (HR.Bukhari no:1393)

Salam !

Kisah Kesabaran dan Kesucan Ayah Imam Syafi’i

 
Suatu hari seorang lelaki muda hendak berangkat mengaji, berjalan menyusuri pinggiran sungai. Tanpa sengaja matanya tertuju pada sebuah buah delima yang hanyut. Delima itu tampak matang dan ranum. Warna merah delima itu menggoda kerongkongan pemuda yang bernama Idris As Syafi’i. Tanpa menunggu lama, dengan sebilah tongkat kayu sambil menginjak tepian sungai, ia mencoba meraih delima ranum tersebut. “Hupp….”

Delima itupun sampai dalam genggaman. Dalam kondisi lapar, tanpa pikir panjang ia langsung meraup delima demi mengganjal perutnya yang keroncongan.
Gigitan demi gigitan delima itu dilahap nikmat. Setengah delima telah masuk ke dalam penggilingan usus, barulah ia bertanya dengan dirinya, “Siapakah pemilik delima ini?
 ” Aku yakin buah ini pasti ada pemiliknya, yang kepadanya aku belum meminta ijin untuk memakannya.” Demikian pertanyaan itu menghentikan gigitan yang masih menempel di mulut.

 “Berarti pula makanan yang masuk kedalam perutku ini tidaklah halal bagiku. Oh Tuhan….Maafkan aku.” Itulah penyesalan yang muncul di dalam hati pemuda Idris.”
Lama dia termenung, teringat ajaran sang guru, bahwa makanan haram yang masuk kedalam badan dan pakaian yang haram yang menutup badan dapat menjadi suatu sebab terhambatnya doa. “Oh Tuhan, ampunilah aku. Bagaimana caraku untuk membersihkan kesalahanku?” Itulah penyesalan yang tiada terbilang memenuhi relung hati sang pemuda beriman, Idris.
Setelah merenung bingung beberapa berselang, akhirnya diperoleh cara untuk menyelesaikannya, “Aku harus mencari pemilik delima, untuk meminta keikhlasan atasnya.” Akhirnya,pemuda IDris menyusuri tepian sungai, berusaha mencari pemilik delima tadi. Delima yang tinggal setengah masih pula di gengang sebagai bukti nanti kalau-kalau sang pemilik meminta kembali.

Cukup panajang ia menyuri sungai itu akhirnya bertemu dengan sebuah perkebunan yang ditumbuhi pohon delima. Memanglah bahwa lokasi kebun itupun menjorok ke sungai. “Dari pohon inilah barangkali delima yang hanyut yang kumakan tadi.” Idris terus mengamati pohon delima yang menempel di dahan-dahan sambil mencocokannya dengan buah delima yang ia makan. Ternyata sama persis.
Setelah ia yakin benar, lantas Idris bertanya untuk mencari pemilik kebun. Bertemulah ia kepada sang pemilik kebun.
Tanpa gusar ia terus berkata kepada orang asing itu, “Maaf pak, saya kesini untuk meminta keikhlasan bapak atas kekhilafan yang telah saya lakukan.” kata Idris membuka pembicaraan.
Lelaki paruh baya yang sudah ditumbuhi uban itu mengerutkan wajah dengan penuh heran. Pemuda asing yang datang ini langsung mengajukan permintaan yang sangat ameh baginya. Permintaan maaf yang diapun tak mengerti arah pembicaraan Idris.

“Apa gerangan yang membuat anda meminta maaf dan keikhlasan, padahal kita baru saja berjumpa?
Saya sangat yakin tak ada kekeliruan diantara kita berdua.” jawab lelaki setengah baya.

“Begini pak. Dijelaskanlah semua permasalahan yang telah menimpa dirinya dari awal hingga pertemuan mereka.
Mendengar penjelasan tersebut, lelaki paruh baya terkejut, “subhanallah”. Bibirnya sontak berujar memuji Allah.

Beberapa saat laki-laki separuh baya itu terdiam terhipnotis oleh akhlaq laki-laki asing yang berada di depannya. “Baru kali ini aku melihat seorang laki-laki yang begitu bersemangat menjaga dan mencegah diri dari dosa, padahal bisa saja ia melupakan perkara itu begitu saja. Tapi laki-laki muda ini sangat aneh, dan jarang kutemui

.” Pak Tua membatin
Lain halnya dengan pemuda itu, Idris justru dilanda kekhawatiran tiada terkira, jangan-jangan Pak Tua tak mau memaafkannya, “Bagaimana, pak, bisakah aku dimaafkan, dan delima yang aku makan diikhlaskan?”
Pak tua lantas memberi jawaban dengan wajah yang dibuat-buat agar menimbulkan keangkeran, “Aku mau menerima maafmu, asal kamu mau menerima persyaratanku.”
“Oh saya mau Pak, apapun persyaratan yang bapak ajukan, aku mau melakukan, asal bapak mau mengikhlaskan, ” sambut Idris berseri-seri, karena melihat peluang untuk dapat diampuni.
“Begini Nak, “kata Pak Tua mulai menjelaskan serius, “Aku punya seorang anak perempuan tunggal yang tuli, bisu, buta dan lumpuh.”

“Lantas?” tanya si Idris penasaran.

“Aku menghendakimu menjandi menantuku, mengawini putriku. Itulah satu-satunya syarat yang kuajukan agar delima yang telah engkau makan dapat aku ihklaskan, “jelas Pak Tua sejelas-jelasnya.
Innalillah,” desis hati si Idris ketika mendengar penjelasan, “Bagaimana mungkin hanya untuk mendapatkan keikhlasan sebuah delima harus aku tebus dengan mengawini wanita cacat segalanya. Apakah cara ini cukup adil?” Kelihatan sekali kening pemuda Idris berkerut, mempertimbangakan dan memikirkan keputusan yang sangat berat.

Pak Tua memperlihatikan pemuda Idris dengan seksama lantas bertanya malah terkesan setengah memaksa, “Bagaimana Nak?” Memang itulah persyaratanku saja.”
Pemuda Idris terdiam, tampak memikirkan dengan begitu mendalam. Sejenak kemudian ia mengangkat wajah, mendesah berat, lantas memberikan jawaban, “Kalau memang hanya cara itu yang bisa membuat Bapak memaafkan kesalahanku maka aku harus menyanggupinya wahai Pak Tua.”
Mendengar jawaban Idris, lelaki paruh baya itu tersenyum bahagia lantas bicara, “Aku ikhlas memberi ampunan, aku harap kau ikhlas menerima persyaratan.”

“Aku ikhlas, “tukas Idris lugas, sambil menyodorkan sebuah jabat tangan.
“Kalau begitu, sebelum aku mengawinkanmu, kupersilakan kau melihat calon istrimu dahulu, Kata Pak Tua, sambil mempersilakan pemuda Idris melihat calon istrinya di ruang tengah. Pemuda Idris segera beranjak, menuju ruang yang ditunjukkan. Dengan tangan sedikit kaku. didorongnya gagang pintu dengan hati berdebar tak menentu karena matanya akan segera menatap calon istri yang cacat segala rupa.
“Bagaimana bentuk wanita calonku ini, yang cacat segalanya, buta tuli, lumpuh, bisu?” Beberapa saat pintu terbuka hampir tak berbunyi. Di lihatnya sorang wanita jelita yang tampaknya sedanga merenda. Hanya dia dan tak ada lagi wanita lainnya. Bingung. Pintu ditutup kembali sam apelannya ketika ia membuka lantas menemui Ayah perempuan. “Pak, aku tak melihat orang lain di dalam sana,kecuali hanya seorang wanita yang sedang merenda.”

Pak Tua tersenyum lantas berujar, “Dialah calon istrimu.”
“Oh Tuhan, bagaimana bisa begitu? Bukankah Bapak tadi menyebut calonku seorang buta tuli, lumpuh, bisu? Sedangkan yang didalam sana seorang wanita yang sangat jelita dengan muka ranum bak delima?

” tanya pemuda Idris setengah tak percaya. Hatinya berdebar kencang.

“Bagini anakku.''Dia memang buta dalam soal melihat kemaksiatan. Dia memang tuli dalam mendengar pembicaraan yang dapat menimbulkan murka Allah. Dia memang bisu untuk mengucapkan makian dan lumpuh karena tidak melangkahkan kakinya ke tempat-tempat maksiat, lokasi berkumpulnya syetan. Dia tak pernah bersentuhan dengan segala kemaksiatan, Itulah yang kumaksud bahwa dia buta, tuli, lumpuh, bisu. Karena itulah, tak ada pemuda yang layak menjadi suaminya kecuali orang sepertimu, yang juga menjaga diri dari segala hal yang berkaitan dengan dosa, haram, dan kemaksiatan.
Merekapun dinikahkan. Kebahagian meliputi perjalanan pasangan ini mengarungi bahtera rumah tangga. Karena niatan Lillah Billah dan Fillah, halangan demi halangan hanya Allah tempat terbaik dalam meminta dan berlindung.

Dari pasangan suami-istri yang terjaga dari dosa dan maksiat, haram dan kemungkaran ini, kemudian lahir seorang anak shaleh teladan, yang bahkan dalam umur enam tahun telah hafal Al-Quran. Dialah Muhammad bin Idris Assyafi’i yang tak lain adalah Imam Syafi’i.
Itulah kesabaran dari ayah seorang ulama besar sepanjang masa ini. Sang ayah begitu sabar dalam menahan dan menghindari makanan yang haram, ibu yang selalu menjaga kehormatan dan kesuciannya maka Allah pun mengabulkan do’a nya, menganugrahkan keduanya seorang anak yang saleh.

Rabu, 08 Mei 2013

TATA CARA BERTAMU YANG ISLAMI

Menjalin hubungan silaturrahmi sangat dianjurkan didalam kehidupan bermasyarakat. Salah satu wujud dari jalinan silaturrahmi itu adalah bertamu. Ajaran Islam yang sudah lengkap dan sempurna, juga  mengatur tata cara bertamu. Etika bertamu itu antara lain dapat dilihat didalam Al Qur’an Surat An Nuur ayat 27, 28 dan 29.
 
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat”. (QS An Nuur 27).
 
Berdasarkan ayat Al Qur’an ini, sangat jelas, bahwa ada dua sikap yang perlu dilakukan bila bertamu. Yaitu meminta izin dan mengucapkan salam kepada penghuni rumah. Izin ini bukan basa basi.
Kadang terjadi, kita langsung masuk rumah setelah pintu dibukakan. Buka pintu tidak dapat dikatakan pemberian izin.
 
Jika kamu tidak menemui seorangpun didalamnya, maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat izin. Dan jika dikatakan kepadamu ; 
‘Kembali (saja) lah’. 
Maka hendaklah kamu kembali. 
Itu lebih bersih bagimu dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. ( QS An Nuur 28)
 
Dalam ayat berikutnya diperjelas, bahwa tanpa izin yang punya rumah, kita sebaiknya tidak masuk. Apalagi bila dikatakan ‘ kembali saja ‘, 
maka sebaiknya kita pulang.
 
“Tidak ada dosa atasmu memasuki rumah yang tidak disediakan untuk didiami, yang didalamnya ada keperluanmu, dan Allah mengetahui apa yang kamu nyatakan dan apa yang kamu sembunyikan”. ( QS An Nuur 29).
 
Ada pengecualian, tidak perlu izin dan mengucapkan salam jika memasuki rumah  yang tidak disediakan untuk didiami. Misalnya, berteduh di pos ronda ketika hari hujan, masuk mall, warung dan lain-lain.
Berpegang kepada etika dalam bertamu, patut jadi pegangan kita. Sebab, ini perintah Allah SWT didalam Al Qur’an. 
Apapun perintah Allah SWT, pasti memberi kebaikan untuk semua. 
Dalam kondisi normal, tidak perlu buang-buang energi mencari alasan untuk tidak melakukannya. 
 
Dari Abu Hurairoh ia berkata,  Rasululloh saw bersabda,
”Andaikan ada orang melihatmu di rumah tanpa izin, lalu engkau melemparnya dengan batu kecil lalu kamu cungkil matanya, maka tidak ada dosa bagimu.”
 
Hadis riwayat Abu Said Al-Khudri ra., ia berkata: 
Aku sedang duduk dalam majlis orang-orang Ansar di Madinah lalu tiba-tiba Abu Musa ra. datang dengan ketakutan. Kami bertanya: Kenapa engkau? 
 
Ia menjawab:
Umar menyuruhku untuk datang kepadanya. 
Aku pun datang. Di depan pintunya, aku mengucap salam tiga kali tetapi tidak ada jawaban, maka aku kembali. Tetapi, ketika bertemu lagi, ia bertanya: 
Apa yang menghalangimu datang kepadaku? 
 
Aku menjawab:
Aku telah datang kepadamu. 
Aku mengucap salam tiga kali di depan pintumu. 
Setelah tidak ada jawaban, aku kembali. 
Sebab

Rasulullah saw. telah bersabda:
 
Apabila salah seorang di antara kalian minta izin tiga kali dan tidak mendapatkan jawaban, maka hendaklah ia kembali ( HR. Muslim)