Alkisah,
ada seorang pemuda yang jenius tertarik mempelajari agama-agama di
dunia. Semua kitab suci dilalap habis sampai hafal diluar kepala.
Dengan kepintarannya ia merasa sudah paling tahu tentang agama. Begitu banyak yang kagum akan pengetahuannya itu.
Dengan kepintarannya ia merasa sudah paling tahu tentang agama. Begitu banyak yang kagum akan pengetahuannya itu.
Merasa sudah mumpuni dalam pengetahuan agamanya, ia selalu tertarik untuk memperdebatkannya dengan para pemuka agama.
Karena kejeniusan dalam menguasai teori-teorinya ini, banyak pemuka agama yang ia buat tak berkutik ketika berdebat.
Hal ini tentunya semakin membuat ia congkak dan semakin ingin berdebat dan selalu mencari lawan yang sepadan menurutnya.
Karena kejeniusan dalam menguasai teori-teorinya ini, banyak pemuka agama yang ia buat tak berkutik ketika berdebat.
Hal ini tentunya semakin membuat ia congkak dan semakin ingin berdebat dan selalu mencari lawan yang sepadan menurutnya.
Suatu hari datanglah ia ke sebuah padepokan dimana terdapat seorang Guru yang hidup sederhana.
Sebelumnya ia mendapat kabar kalau Sang Guru ini sangat bijaksana dan berilmu tinggi dalam bidang agama.
Namun saat pertama bertemu pemuda ini begitu meragukannya.
Sebelumnya ia mendapat kabar kalau Sang Guru ini sangat bijaksana dan berilmu tinggi dalam bidang agama.
Namun saat pertama bertemu pemuda ini begitu meragukannya.
Dengan ramah si pemuda disambut dan
dipersilakan duduk. Lalu pemuda ini dengan angkuhnya menjelaskan tentang
kepandaiannya dalam menguasai ilmu agama dan maksud kedatangannya.
Dengan suara lemah lembut namun tegas.
Sang Guru berkata, “Maaf, anak muda, melihat sikap dan mendengar pembicaraanmu, saya memastikan sebenarnya engkau belum mengetahui apa-apa tentang agama. Oleh sebab itu saya tak mungkin bisa berdebat denganmu. Datanglah dilain waktu!”
Sang Guru berkata, “Maaf, anak muda, melihat sikap dan mendengar pembicaraanmu, saya memastikan sebenarnya engkau belum mengetahui apa-apa tentang agama. Oleh sebab itu saya tak mungkin bisa berdebat denganmu. Datanglah dilain waktu!”
Mendengar perkataan Sang Guru, si pemuda
langsung emosi dan membentak dengan wajah memerah, “Ternyata Anda
hanyalah seorang Guru yang bodoh. Semua kitab suci telah saya kuasai,
dan Anda katakan saya tidak tahu apa-apa! Betapa tololnya Anda! Percuma
saya datang kemari!!”
Dengan senyuman penuh kasih Sang Guru
berkata lagi, “Anak muda, dengan sikap yang engkau perlihatkan saat ini,
maka saya semakin yakin, engkau memang tidak mengerti apa-apa tentang
agama! Engkau hanyalah orang pintar yang tersesat. Ilmu agama yang
engkau kuasai hanya sampai ke otakmu saja, belum menyentuh hatimu!
Lihatlah dirimu yang penuh kesombongan, tidak tahu aturan, dan tiada kasih. Bukankah semua agama tidak mengajarkan demikian?”
Lihatlah dirimu yang penuh kesombongan, tidak tahu aturan, dan tiada kasih. Bukankah semua agama tidak mengajarkan demikian?”
Entah angin kesadaran datang dari mana.
Mendengar perkataan Sang Guru, seakan langsung menusuk kedalam hatinya dan seketika terdiam, menjadi sadar. Pemuda ini tertunduk malu dan perlahan dengan suara berbisik berkata,”Guru, Anda benar! Ternyata saya tidak mengetahui apa-apa tentang agama. Karena dengan mempelajari semua kitab suci, belum juga mendamaikan hati saya. Bahkan berbuat bertentangan dengan ajaran agama. Guru, ijinkanlah aku untuk belajar padamu!”
Mendengar perkataan Sang Guru, seakan langsung menusuk kedalam hatinya dan seketika terdiam, menjadi sadar. Pemuda ini tertunduk malu dan perlahan dengan suara berbisik berkata,”Guru, Anda benar! Ternyata saya tidak mengetahui apa-apa tentang agama. Karena dengan mempelajari semua kitab suci, belum juga mendamaikan hati saya. Bahkan berbuat bertentangan dengan ajaran agama. Guru, ijinkanlah aku untuk belajar padamu!”
Dengan berlinang airmata, si pemuda berlutut dihadapan Sang Guru yang terus tersenyum.
Lalu Sang Guru memberikan wejangan.
“Anak muda, dengan engkau mengakui tidak mengetahui apa-apa, sesungguhnya engkau telah mengetahuinya!”
“Anak muda, dengan engkau mengakui tidak mengetahui apa-apa, sesungguhnya engkau telah mengetahuinya!”
Semudah itukah untuk mendapatkan kesadaran?!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar